Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Terima kasih anda sudah berkunjung di Website KREASI | Sebuah Kreasi yang mencoba memberikan pengetahuan untuk melangkah dalam masa depan yang Gemilang | Jangan Lupa Tinggalkan Komentar Anda |

Senin, 07 Mei 2012

Idealisme, Empirisme, kantianisme

Idealisme

Idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan jiwa dan roh. Istilah idealisme diambil dari kata idea yaitu, sesuatu yang hadir dalam jiwa. Pandangan ini telah dimilikim oleh plato dan pada Filsafat amodern dipelopori oleh J.G, Fichte, Sekelling dan Heggel.

Idealisme mempunyai argument epistomologi sendiri. Oleh karena itu, tokoh-tokoh teisme yang mengajarkan bahwa materi tergantung kepada spirit tidak disebut idealis karena mereka tidak menggunakan argument yang mengatakan bahwa obyek-obyek fisik pada akhirnya adalah ciptaan Tuhan. Argument orang-orang idealis mengatakan bahwa obyek-obyek fisik tidak dapat dipahami terlepas dari spirit.

Idealisme secara umum selalu berhubungan dengan Rasinalisme. Ini adalah mahzab epistimologi yang mengajarkan bahwa pengetahuan apriori atau deduktif dapat diperoleh manusia dengan akalnya. Lawan rasionalisme dalam epistemology adalah empirisme yang mengatakan bahwa pengetahuan bukan diperoleh lewat rasio atau (akal ), melainkan melalui pengalaman empiris. Orang-orang empirisme sangat sulit menerima paham bahwa semua realitas adalah mental atau bergantung kepada jiwa atau roh karena pandangan itu  melibatkan dogma metafisik.

Plato sering disebut sebagai orang idealis sekalipun ideanya tidak khusus (spesifik) mental, tetapi lebih merupakan obyek universal (mirip pada definisi  Aristoteles, pengertian umum pada Socrates). Akan tetapi ia sependapat dengan idealisme modern yang berpendapat bahwa hakikat penampakan (yang tampak) itu berwatak (khas) spiritual. Ini terlihat dengan jelas pada legenda manusia guanya yang terkenal.  
Pandangan ini dikembangkan oleh Platinus.

1.     J.G. Fichthe (1762-1914 M)

Johann Gottlieb Fichte adalah filosuf jerman . ia belajar teologi di Jena pada tahun 1780-1788 M. berkenalan dengan filsafat Kant di Leipzig 1790 M. Berkelana di Konisberg uuntuk menemui kant dan menulis Critique of Refelation pada zaman kant. Buku itu dipersembahkannya pada Kant. Pada tahun 1810-1812 M ia menjadi rector Universitas Berlin.

Filsafatnya disebut wissenchaftslehre (ajaran ilmu pengetahuan). Dengan melalui metode  deduktif fichte mencoba menerangkan hubungan Aku (ego) dengan adanya benda-benda (non-ego). Karena ego berfikir. Mengiakan diri maka terlahirlah non –ego (benda-benda). Dengan secara dealektif (berfikir dengan metode : tese, anti tese, sintese) Fichte mencoba menjelaskan adanya benda-benda.
Tese; Ego atau Aku meneguhkan diri bahwa ia ada. Antitese; meneguhkan diri sebagai ada baru mungkin jika Ego (Aku) membedakan diri dengan non-ego (benda-benda), jadi Ego meneguhkan adanya yang non-ego.

Sintesa: oleh sekarang Ego tidak lagi tunggal, maka ego dalam kesadarannya berhadapan dengan suatu dunia. Perbedaan dan kesatuan telah memasuki pengalamannya. Keduanya, Ego da Non- Ego (dunia), bukanlah dualisme yang mutlak, sebab itu hanyalah merupaka aktivitas atau perbuatan Ego yang menciptakan.

Secara sederhana dealektika Fichte itu dapat diterangkan sebagai berikut : manusia memandang obyek benda-benda dengan inderanya. Dalam mengindera obyek tersebut, manusia berusaha mengetahui yang dihadapinya. Maka berjalanlah proses intelektualnya untuk membentuk dan mengabstraksikan obyek itu menjadi pengertian seperti yang dipikirkannya.

Dengan demikian jelaslah bahwa realitas merupakan buah hasil aktivitas piker subyek, pandangan dia mengenai etika adalah bahwa tugas moral manusia didasarkan atas pikiran bahwa manusia berkewajiban menghargai dirinya sebagai makhluk yang bebas dan bahwa ia senantiasa berbuat dengan tidak memperkosa kebebasan orang lain. Fichter menganjurkan supaya kita memenuhi tugas, dan hanya demi tugas. Tugaslah yang menjadi pendorong moral. Isi hokum moral ialah berbuatlah menurut kata hatimu.

Bagi seorang idealis, hokum moral ialah setiap tindakan harus berupa langkah menuju kesempurnaan spiritual. Itu hanya dapat dicapai dalam masyarakat yang anggota-anggotanya adalah pribadi yang bebas merealisasikan diri mereka dalam kerja untuk masyarakat. Pada tingkat yang lebih tinggi, keimanan dan harapan manusia muncul dalam kasih Tuhan.

2.     F.W.S Schelling (1775-1854 M)

Friedrich Wilhem Joseph Schelling telah mencapai kematangan sebagai filosuf pada waktu itu ia masih amat muda. Pada tahun 1798 M, ketika usianya baru 23 tahun, ia telah menjadi guru besar di Universitas Jena. Sampai akhir hidup nya pemikiran nya selalu berkembang. Namun, kontiunitasnya tetap ada.

Pada periode terakhir dalam hidupnya, ia mencurahkan perhatianya pada agama dan mistik. Dia adalah filosuf idealis Jerman yang telah meletakan dasar-dasar pemikiran bagi perkembangan idealisme Hegel. Ia pernah menjadi kawan Fichte.bersama Hichte dan Hegel, Schelling adalah idealis  Jerman yang terbesar. Pemikirannya pun merupakan mata rantai antara Fichte dan Hegel.

Seperti Fichte, Schelling mula-mula berusaha menggambarkan jalan yang dilalui intelek dalam proses mengetahui, semacam epistomologi. Fichte memandang alam semesta sebagai lapangan tugas manusia dan sebagai basis kebebasan moral, Schelling membahas realitas lebih obyektif dan menyiapkan jalan bagi idealisme absolute Hegel

. Dalam pandang Schelling, realitas adalah identik dengan gerakan pemikiran yang berovulusi secara dealektis. Akan tetapi, ia berbeda dalam berbagai hal dari Hegel. Pada Schelling juga pada Hegel, realitas adalah proses raisonal evolusi dunia menuju realisasi berupa suatu ekspresi kebenaran terakhir. Kita dapat mengetahui dunia secara sempurna dengan cara melacak proses logis perubahan sifat dan sejarah masa lalu.

          Tujuan prose itu adalah suatu keadaan kesadaran diri yang sempurna. Schelling menyebut proses ini identitas absolute, Hegel menyebutkan ideal. Pada bagian-bagian akhir hidupnya, Schelling membantah panteisme yang pernah dianutnya. Dia menjadi voluntaris dan melancarkan kritik terhadap semua bentuk rasionalisme. Alam semesta ini, katanya, tidak pernah dibayangkan sebagai system rasional.

Sejak tahun 1809 M ia berusaha mengembangkan metafisika epirisisme. Disini ia memperlihatkan bahwa susunan rasional adalah kontruks hipotesis yang memerlukan pembuktian nyata, baik pada alam maupun pada sejarah. Ia juga menambahkan bahwa pada akhirnya kategori agama pada akhirnya merupakan pernyataan yang lebih berarti dari pada realitas yang lain.
Reese (1980:511) menyatakan bahwa filsafat Schelling berkembang melalui lima tahap:
1.     Idealisme Subyektif
Pada tahap ini ia mengikkkuti pemikiran Fichte
2.     Filsafat Alam
Pada tahap ini ia menerapkan prinsip atraksi dan repulse dalam berbagai problem filsafat dan sains, alam dilihatnya sebagai vitalistis, self-cretive, dan motivasi oleh suatu proses dealektif.
3.     Idealisme Transcendental atau idealisme obyektif.
Filsafat alam dilengkapi oleh suatu kesadaran absolute dalam sejarah. Filsafatnya tentang seni memperlihatkan pendapatnya itu. Ia menyatakan bahwa seni merupakan suatu kesatuan antara obyek dan subyek, roh dan alam. Tragedy dipandang sebagai tubrukan antara keharusan dengan kebebasan, didamaikan oleh kesediaan menerima hukuman secara jantan. Hukuman itu memperlihatkan kesediaan kita menerima realitas dan identitas.
4.     Filsafat Identitas
Yang absolute itu pada tahap ini menjadi lebih penting kedudukannya, dipandang sebagai identitas semua individu isi alam.
5.     Filsafat Positif
Pada tahap terakhir ini pemikirannya menekankan nilai mitologi dan mengakui perbedaan yang jelas antara Tuhan dan alam semesta. Pada tahap ini megikuti pemikiran Jacob Boeme dan neo Platonisme.

Dalam filsafatnya ia mengatakan, jikalau kita memikirkan pengetahuan kita memikirkan pengetahuan kita (obyek pemikiran, kita akan selalu membedakan antara obyek yang diluar kita dan penggambaran obyek-obyek itu secara subyektif didalam diri kita (subyek). Penggambaran subyektif itu kemudian menjadi sasaran pemikiran kita.

Tentang manusia dan dalam sebagai yang diketahuinya, Schelling menggambarkan bahwa ketika orang mengadakan penyelidikan ilmiah tentang alam, subyek (jiwa dan roh) mengajukan pertanyaan pada alam, sedangkan alam dipaksa untuk memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu, ini berarti bahwa alam itu sendiri bersifat akal atau idea. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa alam tidak lain adalah roh atau jiwa yang tampak, sedang roh adalah alam yang tak tampak.
Disini alam yang obyektif  dan alam yang subyektif mewujudkan satu kesatuan.

Pandangan Schelling tetang alam diperkuat dengan teorinya tentang Aku yang mutlak. Bahwa aku mutlak mengobyektifkan dirinya dalam alam yang ideal, jadi alam sebagai yang diciptakan merupakan penampakan dari alam yang menciptakan.

Filsafat Schelling dapat diringkaskan sebagai berikut ini : bahwa yang mutlak atau Rasio Mutlak adalah sebagai Identitas murni atau Indeferensi , dalam arti tidak mengenal pembedaan antara yang subyektif dengan yang obyektif. Yang mutlak menjelmakan diri dalam dua potensi yaitu yang nyata (alam sebagai obyek)dan ideal (gambaran alam yang subyektif dan obyek). Yang mutlak sebagai identitas mutlak sebagai sumber roh (subyek) dan alam (obyek) yang subyektif dan yang obyektif, yang sadar dan yang tidak sadar. Tetapi yang mutlak itu sendiri bukanlah roh dan bukan pula alam, bukan yang obyektif, dan bukan pula yang subyektif, sebab yang mutlak adalah identitas mutlak atau ideferensi mutlak.
Dengan mengikuti logika-tiga Fichte (tesis-anti tesis sintesis), ia menerapkan pada alam dan pada sejarah. Dari sini Schelling membangun tiga tahap sejarah :
a.     Masa primitive yang ditandai oleh dominasi nasib
b.     Masa romawi yang ditandai oleh reaksi aktif manusia terhadap nasib, ini masih berlangsung hingga sekarang, dan
c.      Akan dating yang akan merupakan sintesis dua masa itu yang akan terjadi secara seimbang dalam kehidupan; disana yang actual dan yang ideal akan bersintesis.

3.     G.W.F. HEGEL ( 1770-1031)

George Wilhem Friedrich Hegel lahir pada tahun 1770 M di Stuttgart.ini adalah tahun-tahun Revolusi Prancis yang terkenal itu (1789 M.), juga merupakan tahun-tahun berbunganya kesusteraan Jerman. Lessing, Goethe, dan Schiller hidup pada periode ini juga. Friedrich Holderlin, sastrawan puisi Jerman terbesar, adalah kawan dekat Hegel, juga lahir pada tahun 1770 M; sama dengan pengarang lagu yang kondang, Beethoven. Di Universitas Tubingen ia belajar teologi,, tahun 1791 M ia memperoleh gelar Doctor dalam bidang teologi. Oleh karena itu, karya Hegel yang mula-mula adalah mengenai agama Kristen, seperti The life of Jesus dan The Spirit of Christianity.

Tahun 1801 M ia bergabung dengan Schealling di Universitas Jena menjadi pengajar mata kuliah filsafat. Pada waktu inilah ia nmenuliskan sistemnya yang dibuatnya sebagai jawaban atas posisi Kant. Oleh karena itu, pengaruh Kant ada pada Hegel . Hegel tidak pernah menjadi pengikut Kant; perbedaan antara kebudaannya lebih besar daripada perbedaan Plato dan Aristoteles. Hegel tidak akan menemukan metoda dialektikannya tanpa memulainya dari dialetika transendental yang dikembangkan oleh Kant dalam Critique of Pure Reason. Sekalipun demikian, filsafat Hegel amat berbeda dari filsafat Kant terutama tentang keterbatasan akal

Idealisme di Jerman mencapai puncaknya pada masa Hegel. Ia termasuk salah satu filsuf barat yang menonjol. Inti filsafat Hegel adalah konsep Geists (roh, spirit), suatu istilah yang diilhami oleh agamanya. Ia berusaha menghubungkan Yang Mutlak itu dengan yang tidak Multlak. Yang mutlak itu roh (jiwa), menjelma kepada alam dan dengan demikian sadarlah ia akan dirinya. Roh itu dalam intinya Idea. Artinya : berfikir dalam sejarah kemanusiaan sadarlah roh ini akan dirinya. Demikian kemanusiaan merupakan bagian pula dari Idea Mutlak. Tuhan sendiri. Idea yang berfikir itu sebenarnya adalahh gerak yang menimbulkan gerak lain. Gerak ini menimbulkan tesis yang dengan sendirinya memimbulkan gerak yang bertentangan, anti tesis. Adanya tesis dan anti tesisnya itu menimbulkan sintesis dan ini merupakan tesis baru pula. Demikianlah proses roh atau Idea yang disebut Hegel: Dialektika. Proses itulah yang menjadi keterangan untuk segala kejadian. Proses itulah berlaku menurut hukum akal. Sebab itu yang menjadi aksioma. Hegel: apa yang masuk akal (nasional) itu sungguh riil, dan apa yang sungguh itu masuk akal.



Empirisme

Empirisme adalah salah satu aliran dalam filosuf yang menekannkna peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan serta pengetahuan itu sendiri, dan mengecilkan peranan akal. Istilah impirisme diambil dari bahasa Yunani empeiria yang berarti coba-coba atau pengalaman. Sebagai suatu doktrin, Empirisme adalah lawan Rasionalisme.
      
Untuk memahami inti filsafat empirisme perlu memahami dahulu dua ciri pokok Empirisme yaitu mengenai makna dan teori tentang pengetahuan.

Filsafat empirisme tentang teori makna amat berkaitan dengan aliran positivisme logis (logical positivisme) dan filsafat Ludwig Wittegenstein. Akan tetapi teori makna dan empirisisme selalu harus dipahami lewat penafsiran pengalaman. Oleh karena itu, bagi orang empiris jiwa dapat dipahami sebagai gelombang pengalaman kesadaran, materi sebagai pola (pottern) jumlah yang dapat diindera, dan hubungan kausalitas sebagai urutan peristiwa yang sama.

Teori yang kedua, yaitu teori pengetahuan, dapat diringkaskan sebagai berikut. Menurut orang rasionalitas ada beberapa kebenaran umum seperti setiap kejadian tentu mempunyai sebab, dasar-dasar matematika, dan beberapa prinsip dasar etika, dan kebenaran-kebenaran itu benar dengan sendirinya yang dikenal dengan istilah kebenaran apiori yang diperoleh lewat intuisi rasional. Empirisme menolak pendapat itu. Tidak ada kemampuan intuisi rasional. Selama kebenaran yang disebut tadi adalah kebenaran yang diperoleh lewat observasi jadi ia kebenaran a posteriori.
Di antara tokoh dan pengikut aliran Empirisme adalah Francis Bacon, Thomas Hobbes, John Lock dan lainnya.  

1)    Francis Bacon (1210 – 1292 M)
Menurut Francis Bacon bahwa pengetahuan yang sebenarnya adalah pengetahuan yang diterima orang melalui persentuhan inderawi dengan dunia fakta. Pengalaman merupakan sumber pengetahuan yang sejati. Pengetahuan haruslah dicapai dengan induksi. Kata Bacon selanjutnya: Kita sudah terlalu lama dipengaruhi oleh metoda deduktif. Dari dogma-dogma diambil kesimpulan. Itu tidak benar, haruslah kita sekarang memperhatikan yang konkrit mengelompokkan, itulah tugas ilmu pengetahuan.

2)    Thomas Hobbes (1588 – 1679 M)
Menurut Thomas Hobbes berpendapat bahwa pengalaman inderawi sebagai permulaan segala pengenalan, hanya sesuatu yang dapat disentuh dengan indralah yang merupakan kebenaran. Pengetahuan intelektual (rasio) tidak lain hanyalah merupakan penggabungan data-data indrawi belaka.
Pengikut Thomas Hobbes berpendapat bahwa pengalaman indrawi sebagai permulaan segala pengenalan. Hanya sesuatu yang dapat disentuh dengan inderalah yang merupakan kebenaran. Pengetahuan intelektual (rasio) tidak lain hanyalah merupakan penggabungan data-data inderawi belaka.
Pengikut aliran empirisme yang lain di antaranya: John Locke (1632 – 1704 M), David Hume (1711 – 1776 M), Gerge Berkeley (1665 – 1753 M)

3)    John Locke (1632 – 1704 M)
Ia adalah filosuf Inggris yang banyak mempelajari agama Kristen. Filsafat Locke dapat dikatakan anti metafisika. Ia menerima keraguan sementara yang diajarkan oleh Descartes, tetapi ia menolak intuisi yang digunakan oleh descartes. Ia juga menolak metoda deduktif Descartes dan menggantinya dengan generalisasi berdasarkan pengalaman. Jadi, induksi. Bahkan Locke menolak juga akal (reason). Ia hanya menerima pemikiran matematis yang pasti dan cara penarikan dengan metoda induksi.

Buku Locke, essay Concerming Human Understanding (1689 M), ditulis berdasarkan satu premis, yaitu semua pengetahuan datang dari pengalaman. Ini berarti tidak ada yang dapat dijadikan idea untuk konsep tentang sesuatu yang berbeda di belakang pengalaman, tidak ada idea yang diturunkan seperti yang diajarkan oleh Plato. Dengan kata lain, Locke menolak adanya innate idea; termasuk apa yang diajarkan oleh Descartes, Clear and Distinct Idea. Adequate idea dari Spinoza, truth of reason dari Leibniz, semuanya ditolaknya. Yang innate (bawaan) itu tidak ada. Inilah argumentasinya.
1.     Dari jalan masuknya pengetahuan kita mengetahui bahwa  innate itu tidak ada. Memang agak umum orang beranggapan bahwa innate itu ada. Ia seperti ditempelkan pada jiwa manusia, dari jiwa membawanya ke dunia ini. Sebenarnya kenyataan telah cukup menjelaskan kepada kita bagaimana pengetahuan itu datang, yakni melalui daya-daya yang alamiah tanpa bantuan kesan-kesan bawaan, dan kita sampai pada keyakinan tanpa suatu pengertian asli.
2.     Persetujuan umum adalah argumen yang terkuat. Tidak ada sesuatu yang dapat disetujui oleh umum tentang adanya innate idea justru saya jadikan alasan untuk mengatakan ia tidak ada.
3.     Persetujuan umum membuktikan tidak adanya innate idea.
4.     Apa innate idea itu sebenarnya tidaklah mungkin diakui dan sekaligus juga tidak diakui adanya. Bukti-bukti yang mengatakan ada innate idea  justru saya jadikan alasan untuk mengatakan ia tidak ada.
5.     Tidak juga dicetakkan (distempelkan) pada jiwa sebab pada anak idiot, ide yang innate itu tidak ada padahal anak normal ada anak idiot sama-sama berfikir.

Ia mengatakan bahwa apa yang dianggapnya substansi ialah pengertian tentang obyek sebagai idea tentang obyek itu yang dibentuk oleh jiwa berdasarkan masukan dari indera. Akan tetapi, Locke tidak berani menegaskan bahwa idea itu adalah substansi obyek, substansi kita tidak tahu.

Persoalan substansi agaknya adalah persoalan mefafisika sepanjang masa; Berkeley dan Hume masih juga membicarakannya.

4)    David Hume (1711 – 1776 M)

Solomon menyebut Hume sebagai ultimate skeptic, skeptic tingkat tertinggi. Ia dibicarakan di sini sebagai seorang skeptis dan terutama sebagai seorang empiris. Menurut Bertrans Russel, yang tidak dapat diragukan lagi pada hume ialah ia seorang skeptis.

Buku hume,Treatise of Human Nature (1739 M), ditulisnya tatkala ia masih muda, yaitu tatkala ia berumur dua puluh tahunan bagian awal. Buku tidak hanya menarik perhatian orang, karenanya Hume pindah ke subjek lain, lalu ia menjadi seorang yang terkenal sebagai sejarawan. Kemudian pada tahun 1748 M ia menulis buku yang memang terkenal. An Enquiry Concerning Human Understanding. Baik buku Treatise maupun buku Enquir, kedua-duanya menggunakan metode Empirisme, sama dengan John Locke. Sementara Locke hanya sampai pada idea yang kabur yang tidak jelas berbasis pada sensasi (khususnya tentang substansi dan Tuhan), Hume lebih kejam.     


5)    Herbert Spencer (1820 – 1903 M)

Filsafat Herbert Spencer berpusat pada teori evolusi. Sembilan tahun sebelum terbitnya karya Darwin yang terkenal, The Origen of Species (1959 M), Spencer sudah menerbitkan bukunya tentang teori evolusi. Empirismennya terlihat jelas dalam filsafatnya tentang the great unknowable. Menurut spencer, kita hanya dapat mengenali fenomena-fenomena atau gejala-gejala. Memang benar di belakang gejala-gejala itu ada suatu dasar absolute, tetapi yang absolute itu tidak dapat kita kenal. Secara prinsip pengenalan kita hanya menyangkut relasi-relasi antara gejala-gejala. Di belakang gejala-gejala ada sesuatu yang oleh Spencer disebut yang tidak ketahui (the great unknowable). Sudah jelas, demikian Spencer, metafisika menjadi tidak mungkin.

Apakah materi itu? Demikian Spencer bertanya. Kita mendeduksi materi menjadi atom-atom, kemudian atom kita bagi menjadi lebih kecil sampai akhirnya pada unsur yang tidak dapat dibagi lagi karena kecilnya. Akan tetapi, bagian yang terkecil itu tidak dapat dipahami. Jadi, ruang dan waktu. Jika kita memikirkan terus materi, maka yang akan ditemukan pad akhirnya ialah tenaga (force). Akan tetapi, apa tenaga itu? Berangkat dari objek fisik, menuju kepada kejiwaan, lalu kita sampai pada jiwa dan kesadaran, di sini kita menemui suatu teka-teki yang lebih besar daripada sebelumnya. Akhirnya Spencer mengatakan: Idea-idea keilmuan pada akhirnya adalah penyajian realitas yang tidak dapat dipahami”. Inilah yang dimaksud dengan the unknowable, teka-teki besar.            

Kantianisme (Immanuel Kant: 1724 – 1804 M)

Immanuel Kant lahir pada tahun 1724 M di Konisbergen, Prusia, Jerman. Sejak kecil ia tidak meninggalkan desanya kecuali beberapa waktu singkat untuk mengajar di desa tetangganya.

Pemikiran-pemikiran Kant yang terpenting di antaranya ialah pemikirannya akal murni. Menurutnya bahwa dunia luar itu kita ketahui hanya dengan sensasi, dan jiwa bukanlah sekedar tabula rasa, tapi jiwa merupakan alat yang positif, memilih dan merekonstruksikan hasil sensasi yang masuk itu dikerjakan oleh jiwa dengan menggunakan kategori yakni mengklasifikasikan dan mempersepsikannya ke dalam idea.
Sensasi-sensasi masuk melalui alat indera. Ada lima alat indera. Melalui indera itu kemudian masuk ke otak, lalu obyek itu diperhatikan, kemudian disadari. Sensasi-sensasi itu masuk ke otak melalui saluran-saluran tertentu yaitu hukum-hukum. Karena hukum-hukum itulah maka tidak semua stimulus yang menerpa alat indera dapat masuk ke otak. Penangkapan itu telah diatur oleh persepsi sesuai dengan tujuan. Tujuan inilah hukum-hukum itu.

Jam hidup selalu berdetak, namun kita tidak mendengarkan. Akan tetapi detak jantung yang sama, bahkan lebih rendah, akan didengar bila kita memang bertujuan ingin mendengarnya. Ada stimulus dua dan tiga; anda memberi respons lima bila Anda bertujuan menjumlahkannya, enam bila Anda bertujuan mengalikannya. Jadi, hubungan-hubungan sensasi itu tidak terbentuk sekedar karena ada tiga. Inilah hukum itu. Jadi, tujuan itulah yang memilih dan mengarahkan penggunaan sensasi dan pemikiran, tujuan jiwa.

Menurutnya, jiwa (mind) yang memberi arti terhadap stimulus itu mengadakan seleksi dengan menggunakan dua cara yang amat sederhana. Pesan-pesan (dari stimulus) disusun sesuai dengan ruang (tempat) datangnya sensasi, dan waktu terjadinya sensasi itu,mind itulah yang mengerjakan itu, yang menetapkan sensasi dalam ruang dan waktu, menyifatinya dengan ini dan itu , sekarang atau nanti. Ruang dan waktu bukanlah sesuatu yang dipahami. Ruang dan waktu adalah alat persepsi. Oleh karena itu, ruang dan waktu itu opriori.

Persoalan pokok disini lah bagaimana mind itu bekerja. Ternyata pada sumber lain ditemukan bahwa mind itu tidak diterangkan. Ruang dan waktu itu apriori karena semua persepsi memerlukannya. Ruang dan waktu apriori karena ia harus ada sekalipun tidak dapat dipahami. Karena ruang dan waktu apriori , maka hukum-hukum yang ada dalam ruang dan waktu haruslah apriori,absolut,harus bukan kemungkinan. Inilah matematika. Sekarang, matematika dapat dibebaskan dari ganguan skeptisisme hume. Hukum- hukum matematika adalah hukum-hukum yang berada dalam ruang dan waktu. Jiwa (mid) tersebut bekerja aktif menyusun sensasi-sensasi yang kacau secara intuitif. Dengan demikian cara kerjanya tidak dapat dijelaskan secara pasti , dan yang terjadi adalah perjalanan dari perjalanan indrawi ke perjalanan pemikiran.

Kesimpulannya ialah indera hanya mengetahui penampakan ; ia dapat dipegang bila dasar-dasarnya apriori. Menurut Kant, dasar apriori itu ada pada sains itu. Akan tetapi , indera(sains) terbatas. Akal  atau filsafah lebih canggih ketimbang sains karena dapat mencapai konsepsi. Akan tetapi akal juga terbatas. Disinilah buku Critique kedua mulai berbicara.
Kant bertanya : Bila sains dan akal tidak dapat diandalkan dalam mempelajari agama, maka apa selanjutnya? Kata Kant : Moral. Nah ,tentang moral inilah pada dasarnya isi buku Critique kedua ini. Apa  moral itu ? Moral adalah kata hati , suara hati ,perasaan suatu prinsip yang apriori , absolut. Ia merupakan suatu realitas yang amat mengherankan dalam diri manusia,perasaan yang tidak dietakkan menentukan ini benar apa salah. Kita boleh saja mengadakan tawar-menawar, tetapi perasaan itu tetap saja pada posisinya: menentuakn.

Cobalah perhatiakan pagi hari kita telah menetapkan suatu rencana penyelesaian, sore hari ternyata kita menghadapi pilihan , dan membuat penyelesaian yang lain. Kata hati itu memberi perintah; itulah yang menyebabkan kita mengadakan pemilihan kembali. Kata hati itu suatu categorical imperative, perintah tanpa syarat yang ada di dalam kesadaran kita. Kata hati itu memerintah. Perintah itu ialah perintah untuk berbuat sesuai dengan keinginan universal, yaitu suatu hukum kewajaran. Apa itu ? hukum kewajaran itu adalah hukum universal. Kita mengetahuinya bukan karena memikirkannya, melainkan dengan perasaan tiba-tiba; kita merasakn bahwa kita harus menghindari perbuatan  yang bila dilakukan oleh semua orang akan mengakibatkan kehidupan masyarakat menjadi tidak mungkin. Apakah saya akan menghindarkan diri dari hukuman karena bohong? Padahal ,tatkala saya akan berbohong,bahkan sebelumnya,saya tau bahwa hukum universalmengatakan bahwa berbohong itu jahat. Ada kesadaran dalam saya,saya tidak boleh berbohong sekalipun menghasilkan keuntungan bagi saya, atau bagi orang lain. Moral yang kita miliki itu absolut.

0 komentar:

Tinggalkan Komentar Anda

Silakan berkomentar dengan baik dan sopan. Untuk berkomentar anda bisa gunakan format di bawah ini.
Format untuk komentar:
1. Pilih profil sebagai Name/URL
2. Isikan nama anda
3. Isikan URL (Blog/Website/Facebook/Twitter/Email /Kosongkan)
4. Isikan komentar
5. Poskan komentar