Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Terima kasih anda sudah berkunjung di Website KREASI | Sebuah Kreasi yang mencoba memberikan pengetahuan untuk melangkah dalam masa depan yang Gemilang | Jangan Lupa Tinggalkan Komentar Anda |

Rabu, 02 Mei 2012

Masalah Sistem Politik Hukum Kita

Song by ARMADA (sory diplesetin dikit) : "Mau dibawa kemana Negara ini, jika kau terus merusak-rusak, tanpa ada memperbaiki....."


Sepanjang usia reformasi berjalan tidak lekang ingatan kita ketika otonomi daerah hanya dipandang dari sisi keuangan saja. Otonomi daerah dianggap sebagai ajang eksplorasi pendapatan asli daerah (PAD) semata. Tidak disadari dengan adanya otonomi daerah masyarakat justru makin terjepit dalam kondisi biaya ekonomi tinggi (high cost economy). Hal ini dapat dilihat dengan adanya gerakan yang besar dari pemerintah daerah untuk menaikkan pajak dan retribusi yang ada dalam segala komoditas wilayah-wilayah publik di masyarakat. Tak kalah ironis pula ketika otonomi daerah justru ditanggapi oleh daerah-daerah sebagai penyekatan secara tegas wilayah-wilayah antar daerah secara horisontal dan penyekatan hirarki organisasi secara vertikal. Kabupaten atau kota satu menganggap dirinya sangat otonom dan lepas dari keberadaan kabupaten atau kota di sekitarnya.

Kecenderungan ini menunjukkan kabupaten dan kota tidak lagi memandang posisi penting pemerintah propinsi dan bahkan pemerintah pusat sekalipun. Jelas bahwa kondisi ini bila dibiarkan berlarut-larut tentu akan membahayakan bagi kelangsungan integrasi bangsa sendiri. Dapat dimengerti bahwa persoalan yang muncul di tengah perjalanan otonomi daerah selama ini lebih disebabkan pada aspek implementasi.

Wajarlah jika kemudian untuk menanggapi hal ini perlu untuk melakukan tinjauan dan evaluasi kritis terhadap otonomi daerah, utamanya dalam kaitan bagaimana demokrasi lebih aspiratif dan prospektif dijalankan. Padahal tujuan politik otonomi daerah (desentralisasi) adalah untuk menciptakan hubungan yang lebih adil dan terbuka antara Pusat dengan Daerah dalam kerangka Negara Kesatuan. Kesatuan dapat direkatkan dalam suasana politik desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan memberi kesempatan dan keleluasaan kepada Daerah untuk melaksanakan pemerintahannya. Cita-cita ideal seperti ini bukan sesuatu yang mudah dikerjakan. Indonesia sendiri berpengalaman dalam menentukan corak desentralisasi dengan bermacam-macam undang-undang. Target dan capaiannya adalah penataan hubungan kepemerintahan dan kemasyarakatan yang sesuai dengan ciri khas Indonesia sebagai bangsa dan negara.

Pemerintahan lokal yang otonom dan mandiri memiliki prasyarat seperti berikut, bahwa pemerintah lokal mempunyai teritorium yang jelas, memiliki status hukum yang kuat untuk mengelola sumberdaya dan mengembangkan lokal sebagai lembaga yang mandiri dan independen. Ini tentu harus didukung oleh kebijakan yang menyiratkan bahwa kewenangan pemerintah pusat sangat kecil dan pengawasan yang dilakukannya lebih bersifat tak langsung. Bahwa Otonomi Daerah ...>> tujuannya bagus, terutama memberikan kepercayaan kepada pemerintah daerah (Gub/Bupati/Walikota) untuk membangun daerahnya dengan baik, cepat dan sesuai kebutuhan daerah sehingga daerah itu cepat berkembang dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat daerah, meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kemajuan pembangunan.

Hanya saja .... kadang pemerintah Kab/Kota muncul pembangkangan kepada Gubernurnya, hal ini terjadi, karena munculnya penafsiran yang keliru terhadap Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. dijelaskan pada bagian 1 huruf (s) terdapat kalimat: “Daerah provinsi bukan merupakan pemerintah atasan dari daerah kabupaten/kota". Dengan demikian daerah otonomi provinsi dan daerah kabupaten/kota tidak mempunyai hubungan hierarkis. Tapi tidak bisa juga disalahkan sepenuhnya jika pengelola daerah kabupaten (Bupati/Walikota dan DPRD) menginterpretasikan demikian, karena latar belakang pemahaman dan pendidikan yang beragam, termasuk kualitas SDM di dalamnya (sekedar memperhalus bahasa bahwa banyak anggota Dewan dan Bupati/Walikota yang tidak berbobot, terpilih karena uang dan kekuasaan bukan karena kualitasnya)

Bilamana dikaitkan dengan hal itu, maka penjelasan UUD 1945 juga menyatakan: “Oleh karena negara Indonesia itu suatu eenheidstaat (negara kesatuan), maka Indonesia seakan mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang bersifat staat juga. Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah propinsi, dan daerah propinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil.” Dalam penjelasan ini, terlihat bahwa pemikiran dasar pembagian daerah besar dan kecil adalah dalam suatu perjenjangan yang seluruhnya berada dalam satu negara kesatuan.

Dari perbandingan kedua dasar hukum tadi, terlihat bahwa konsesi yang ditebar dalam UU No. 32 Tahun 2004 sebenarnya tidak sejalan, bahkan bertentangan dengan dasar pikiran yang dianut dalam UUD 1945 yang justru dijadikan dasar hukum bagi kelahirannya. Lebih dari sekedar logika yuridis, secara materil keberadaan dasar pikiran yang digunakan dalam UUD tadi mengandung permasalahan wawasan yang sifatnya sangat mendasar.

Maka wajarlah jika kemudian, yang terjadi saat ini bukan lagi OTONOMI tetapi OTOMONI, karena bukan sistem ketatanegaraan (saja) yang di otonomikan tetapi praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme menjadi semakin mengakar dan terdesentralisasikan. Atau melihat kenyataan yang ada, OTODA cuman jadi permainan istilah aja biar gak kaget, abis waktu wacana federasi dimunculkan, banyak kekhawatiran orang, federasi bisa jadi benih disintegrasi....jd diperhalus ama istilah "otonomi daerah".....

Bahwa OTODA, memang sering memunculkan masalah politik di daerah antara lain :

  1. Partai yang menjadi penguasa di daerah belum sama partai yang berkuasa, sehingga kadang-kadang menimbulkan kesejangan
  2. Kebijakan politik di pusat, belum tentu sama dengan kondisi di daerah
  3. Pembangkangan pemerintah daerah besar kemungkinannya bisa terjadi, kalau pemerintah pusat tidak terlalu memperhatikan kepentingan pemerintah daerah
  4. Munculnya usulan-usulan daerah untuk pemekaran ProvKab/Kota, yang cenderung membebani keuangan negara, karena belum memenuhi syarat, akan tetapi dipaksakan untuk dibentuk Prov/Kab/Kota, dan kalau tdk diloloskan maka mungkin saja akan terjadi masalah keamanan di daerah itu5. Dengan banyaknya partai untuk masuk dalam PEMILU/PILKADA, cenderung membebani keuangan daerah, dan sering terjadinya demo yang mengarah kepada tindakan anarkis dan merusak tatanan demokrasi di daerah

Refferensi : UU No.32 tahun 2004 + apa yang dilihat dalam pelaksanaan PILKADA dan Pemilu di daerah
Tulisan ini pernah saya terbitkan facebook Grup PPS-MH, saya pindahkan ke sini karena sayang kalo tidak banyak yang membacanya. SEMOGA BERMANFAAT.

0 komentar:

Tinggalkan Komentar Anda

Silakan berkomentar dengan baik dan sopan. Untuk berkomentar anda bisa gunakan format di bawah ini.
Format untuk komentar:
1. Pilih profil sebagai Name/URL
2. Isikan nama anda
3. Isikan URL (Blog/Website/Facebook/Twitter/Email /Kosongkan)
4. Isikan komentar
5. Poskan komentar